Minggu, 06 Maret 2016

Sholat sunnah

Manfaat Sholat Sunnah & Macam-macam sholat sunnah


Shalat sunnah termasuk amalan yang mesti kita jaga dan rutinkan. Di antara keutamaannya, shalat sunnah akan menutupi kekurangan pada shalat wajib. Kita tahu dengan pasti bahwa tidak ada yang yakin shalat lima waktunya dikerjakan sempurna. Kadang kita tidak konsentrasi, tidak khusyu’ (menghadirkan hati), juga kadang tidak tawadhu’ (tenang) dalam shalat. Moga dengan memahami pembahasan berikut ini semakin menyemangati kita untuk terus menjaga shalat sunnah.
Pertama: Akan Menutupi Kekurangan pada Shalat Wajib
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ ».
Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah, Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang  ada pada amalan wajib dengan amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR. Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426 dan Ahmad 2: 425. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kedua: Dihapuskan dosa dan ditinggikan derajat
Ma’dan bin Abi Tholhah Al Ya’mariy, ia berkata, “Aku pernah bertemu Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-,  lalu aku berkata padanya, ‘Beritahukanlah padaku suatu amalan yang karenanya Allah memasukkanku ke dalam surga’.” Atau Ma’dan berkata, “Aku berkata pada Tsauban, ‘Beritahukan padaku suatu amalan yang dicintai Allah’.” Ketika ditanya, Tsauban malah diam.
Kemudian ditanya kedua kalinya, ia pun masih diam. Sampai ketiga kalinya, Tsauban berkata, ‘Aku pernah menanyakan hal yang ditanyakan tadi pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً
Hendaklah engkau memperbanyak sujud (perbanyak shalat) kepada Allah. Karena tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” Lalu Ma’dan berkata, “Aku pun pernah bertemu Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama. Lalu sahabat Abu Darda’ menjawab sebagaimana yang dijawab oleh Tsauban padaku.” (HR. Muslim no. 488). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini adalah dorongan untuk memperbanyak sujud dan yang dimaksud adalah memperbanyak sujud dalam shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 205). Cara memperbanyak sujud bisa dilakukan dengan memperbanyak shalat sunnah.
Ketiga: Akan dekat dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga
Dari Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami -radhiyallahu ‘anhu- dia berkata,
كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي سَلْ فَقُلْتُ أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ قَالَ أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ قُلْتُ هُوَ ذَاكَ قَالَ فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Saya pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku membawakan air wudhunya dan air untuk hajatnya. Maka beliau berkata kepadaku, “Mintalah kepadaku.” Maka aku berkata, “Aku hanya meminta agar aku bisa menjadi teman dekatmu di surga.” Beliau bertanya lagi, “Adakah permintaan yang lain?” Aku menjawab, “Tidak, itu saja.” Maka beliau menjawab, “Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan banyak melakukan sujud (memperbanyak shalat).” (HR. Muslim no. 489)
Keempat: Shalat adalah sebaik-baik amalan
Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اسْتَقِيمُوا وَلَنْ تُحْصُوا وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ
Beristiqamahlah kalian dan sekali-kali kalian tidak dapat istiqomah dengan sempurna. Ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling utama adalah shalat. Tidak ada yang menjaga wudhu melainkan ia adalah seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah no. 277 dan Ahmad 5: 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kelima: Menggapai wali Allah yang terdepan
Orang yang rajin mengamalkan amalan sunnah secara umum, maka ia akan menjadi wali Allah yang istimewa. Lalu apa yang dimaksud wali Allah?
Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63)
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
فَكُلُّ مَنْ كَانَ مُؤْمِنًا تَقِيًّا كَانَ لِلَّهِ وَلِيًّا
Setiap orang mukmin (beriman) dan bertakwa, maka dialah wali Allah.” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 224). Jadi wali Allah bukanlah orang yang memiliki ilmu sakti, bisa terbang, memakai tasbih dan surban. Namun yang dimaksud wali Allah sebagaimana yang disebutkan oleh Allah sendiri dalam surat Yunus di atas. “Syarat disebut wali Allah adalah beriman dan bertakwa” (Majmu’ Al Fatawa, 6: 10). Jadi jika orang-orang yang disebut wali malah orang yang tidak shalat dan gemar maksiat, maka itu bukanlah wali. Kalau mau disebut wali, maka pantasnya dia disebut wali setan.
Perlu diketahui bahwa wali Allah ada dua macam: (1) As Saabiquun Al Muqorrobun(wali Allah terdepan) dan (2) Al Abror Ash-habul yamin(wali Allah pertengahan).
As saabiquun al muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia meninggalkan yang haram sekaligus yang makruh.
Al Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada Allah dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani dirinya dengan amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang mubah.
Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ (1) لَيْسَ لِوَقْعَتِهَا كَاذِبَةٌ (2) خَافِضَةٌ رَافِعَةٌ (3) إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجًّا (4) وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا (6) وَكُنْتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (9) وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11) فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ (12) ثُلَّةٌ مِنَ الْأَوَّلِينَ (13) وَقَلِيلٌ مِنَ الْآَخِرِينَ (14)
Apabila terjadi hari kiamat,tidak seorangpun dapat berdusta tentang kejadiannya.(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya,dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya,maka jadilah ia debu yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.Dan orang-orang yang beriman paling dahulu. Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian.” (QS. Al Waqi’ah: 1-14) (Lihat Al furqon baina awliyair rohman wa awliyaisy syaithon, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 51)
Keenam: Allah akan beri petunjuk pada pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya, serta doanya pun mustajab
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506)
Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) di samping melakukan amalan wajib, akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini keutamaan dengan mustajabnya do’a (Faedah dari Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad, hadits ke-38).

Macam-Macam Shalat Sunnah

Macam-Macam Shalat Sunnah
Shalat sunnah itu ada dua macam:
1. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah
2. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan dilakukan secara berjamaah
A. Shalat sunnah yang disunnahkan dilakukan secara berjamaah
1. Shalat Idul Fitri
2. Shalat Idul Adha
Ibnu Abbas Ra. berkata: “Aku shalat Idul Fithri bersama Rasulullah SAW dan Abu bakar dan Umar, beliau semua melakukan shalat tersebut sebelum khutbah.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan 2 raka’at. Pada rakaat pertama melakukan tujuh kali takbir (di luar Takbiratul Ihram) sebelum membaca Al-Fatihah, dan pada raka’at kedua melakukan lima kali takbir sebelum membaca Al-Fatihah.
3. Shalat Kusuf (Gerhana Matahari)
4. Shalat Khusuf (Gerhana Bulan)
Ibrahim (putra Nabi SAW) meninggal dunia bersamaan dengan terjadinya gerhana matahari. Beliau SAW bersabda:
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda (kebesaran) Allah SWT. Tidak terjadi gerhana karena kematian seseorang, tidak juga karena kehidupan (kelahiran) seseorang. Apabila kalian mengalaminya (gerhana), maka shalatlah dan berdoalah, sehingga (gerhana itu) berakhir.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Abdullah ibnu Amr, bahwasannya Nabi SAW memerintahkan seseorang untuk memanggil dengan panggilan “ashsholaatu jaami’ah” (shalat didirikan dengan berjamaah). (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dilakukan dua rakaat, membaca Al-Fatihah dan surah dua kali setiap raka’at, dan melakukan ruku’ dua kali setiap raka’at.
5. Shalat Istisqo’
Dari Ibnu Abbas Ra., bahwasannya Nabi SAW shalat istisqo’ dua raka’at, seperti shalat ‘Id. (HR Imam Nasa’i, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi)
Tata caranya seperti shalat ‘Id.
6. Shalat Tarawih (sudah dibahas)
Dari ‘Aisyah Rda., bahwasannya Nabi Muhammad SAW shalat di masjid pada suatu malam. Maka orang-orang kemudian mengikuti shalat beliau. Nabi shalat (lagi di masjid) pada hari berikutnya, jamaah yang mengikuti beliau bertambah banyak. Pada malam ketiga dan keempat, mereka berkumpul (menunggu Rasulullah), namun Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Pada paginya Nabi SAW bersabda: “Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan tadi malam, namun aku tidak keluar karena sesungguhnya aku khawatir bahwa hal (shalat) itu akan difardlukan kepada kalian.” ‘Aisyah Rda. berkata: “Semua itu terjadi dalam bulan Ramadhan.” (HR Imam Muslim)
Jumlah raka’atnya adalah 20 dengan 10 kali salam, sesuai dengan kesepakatan shahabat mengenai jumlah raka’at dan tata cara shalatnya.
7. Shalat Witir yang mengiringi Shalat Tarawih
Adapun shalat witir di luar Ramadhan, maka tidak disunnahkan berjamaah, karena Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya.
B. Shalat sunnah yang tidak disunnahkan berjamaah
1. Shalat Rawatib (Shalat yang mengiringi Shalat Fardlu), terdiri dari:
a. 2 raka’at sebelum shubuh
b. 4 raka’at sebelum Dzuhur (atau Jum’at)
c. 4 raka’at sesudah Dzuhur (atau Jum’at)
d. 4 raka’at sebelum Ashar
e. 2 raka’at sebelum Maghrib
f. 2 raka’at sesudah Maghrib
g. 2 raka’at sebelum Isya’
h. 2 raka’at sesudah Isya’
Dari 22 raka’at rawatib tersebut, terdapat 10 raka’at yang sunnah muakkad (karena tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW), berdasarkan hadits:
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW senantiasa menjaga (melakukan) 10 rakaat (rawatib), yaitu: 2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya, 2 raka’at sesudah Maghrib di rumah beliau, 2 raka’at sesudah Isya’ di rumah beliau, dan 2 raka’at sebelum Shubuh … (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Adapun 12 rakaat yang lain termasuk sunnah ghairu muakkad, berdasarkan hadits-hadits berikut:
a. Dari Ummu Habibah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa senantiasa melakukan shalat 4 raka’at sebelum Dzuhur dan 4 raka’at sesudahnya, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
2 raka’at sebelum Dzuhur dan 2 raka’at sesudahnya ada yang sunnah muakkad dan ada yang ghairu muakkad.
b. Nabi SAW bersabda:
“Allah mengasihi orang yang melakukan shalat empat raka’at sebelum (shalat) Ashar.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Huzaimah)
Shalat sunnah sebelum Ashar boleh juga dilakukan dua raka’at berdasarkan Sabda Nabi SAW:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)
c. Anas Ra berkata:
“Di masa Rasulullah SAW kami shalat dua raka’at setelah terbenamnya matahari sebelum shalat Maghrib…” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Nabi SAW bersabda:
“Shalatlah kalian sebelum (shalat) Maghrib, dua raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
d. Nabi SAW bersabda:
“Di antara dua adzan (adzan dan iqamah) terdapat shalat.” (HR Imam Bazzar)
Hadits ini menjadi dasar untuk seluruh shalat sunnah 2 raka’at qobliyah (sebelum shalat fardhu), termasuk 2 raka’at sebelum Isya’.
2. Shalat Tahajjud (Qiyamullail)
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 79, As-Sajdah ayat 16 – 17, dan Al-Furqaan ayat 64. Dilakukan dua raka’at-dua raka’at dengan jumlah raka’at tidak dibatasi.
Dari Ibnu Umar Ra. bahwa Nabi SAW bersabda: “Shalat malam itu dua (raka’at)-dua (raka’at), apabila kamu mengira bahwa waktu Shubuh sudah menjelang, maka witirlah dengan satu raka’at.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
3. Shalat Witir di luar Ramadhan
Minimal satu raka’at dan maksimal 11 raka’at. Lebih utama dilakukan 2 raka’at-2 raka’at, kemudian satu raka’at salam. Boleh juga dilakukan seluruh raka’at sekaligus dengan satu kali Tasyahud dan salam.
Dari A’isyah Rda. Bahwasannya Rasulullah SAW shalat malam 13 raka’at, dengan witir 5 raka’at di mana beliau Tasyahud (hanya) di raka’at terakhir dan salam. (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Beliau juga pernah berwitir dengan tujuh dan lima raka’at yang tidak dipisah dengan salam atau pun pembicaraan. (HR Imam Muslim)
4. Shalat Dhuha
Dari A’isyah Rda., adalah Nabi SAW shalat Dhuha 4 raka’at, tidak dipisah keduanya (tiap shalat 2 raka’at) dengan pembicaraan.” (HR Abu Ya’la)
Dari Abu Hurairah Ra., bahwasannya Nabi pernah Shalat Dhuha dengan dua raka’at (HR Imam Bukhari dan Muslim)
Dari Ummu Hani, bahwasannya Nabi SAW masuk rumahnya (Ummu Hani) pada hari Fathu Makkah (dikuasainya Mekkah oleh Muslimin), beliau shalat 12 raka’at, maka kata Ummu Hani: “Aku tidak pernah melihat shalat yang lebih ringan daripada shalat (12 raka’at) itu, namun Nabi tetap menyempurnakan ruku’ dan sujud beliau.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
5. Shalat Tahiyyatul Masjid
Dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga shalat dua raka’at.” (HR Jama’ah Ahli Hadits)
6. Shalat Taubat
Nabi SAW bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang berdosa, kemudian ia bangun berwudhu kemudian shalat dua raka’at dan memohon ampunan kepada Allah, kecuali ia akan diampuni.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain)
7. Shalat Tasbih
Yaitu shalat empat raka’at di mana di setiap raka’atnya setelah membaca Al-Fatihah dan Surah, orang yang shalat membaca: Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallah wallaahu akbar sebanyak 15 kali, dan setiap ruku’, i’tidal, dua sujud, duduk di antara dua sujud, duduk istirahah (sebelum berdiri dari raka’at pertama), dan duduk tasyahud (sebelum membaca bacaan tasyahud) membaca sebanyak 10 kali (Total 75 kali setiap raka’at). (HR Abu Dawud dan Ibnu Huzaimah)
8. Shalat Istikharah
Dari Jabir bin Abdillah berkata: “Adalah Rasulullah SAW mengajari kami Istikharah dalam segala hal … beliau SAW bersabda: ‘apabila salah seorang dari kalian berhasrat pada sesuatu, maka shalatlah dua rakaat di luar shalat fardhu …dan menyebutkan perlunya’ …” (HR Jama’ah Ahli Hadits kecuali Imam Muslim)
9. Shalat Hajat
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa mempunyai hajat kepada Allah atau kepada seseorang, maka wudhulah dan baguskan wudhu tersebut, kemudian shalatlah dua raka’at, setelah itu pujilah Allah, bacalah shalawat, atas Nabi SAW, dan berdoa …” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
10. Shalat 2 rakaat di masjid sebelum pulang ke rumah
Dari Ka’ab bin Malik: “Adalah Nabi SAW apabila pulang dari bepergian, beliau menuju masjid dan shalat dulu dua raka’at.” (HR Bukhari dan Muslim)
11. Shalat Awwabiin
Al-Qur’an surah Al-Israa’ ayat 25
Dari Ammar bin Yasir bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat setelah shalat Maghrib enam raka’at, maka diampuni dosa-dosanya, walaupun sebanyak buih lautan.” (HR Imam Thabrani)
Ibnu Majah, Ibnu Huzaimah, dan Tirmidzi meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah Ra. Nabi SAW bersabda: “Barang siapa shalat enam raka’at antara Maghrib dan Isya’, maka Allah mencatat baginya pahala ibadah 12 tahun” (HR Imam Tirmidzi)
12. Shalat Sunnah Wudhu’
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berwudhu, ia menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua raka’at, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Imam Bukhari dan Muslim)
13. Shalat Sunnah Mutlaq
Nabi SAW berpesan kepada Abu Dzar al-Ghiffari Ra.: “Shalat itu sebaik-baik perbuatan, baik sedikit maupun banyak.” (HR Ibnu Majah)
Dari Abdullah bin Umar Ra.: “Nabi SAW bertanya: ‘Apakah kamu berpuasa sepanjang siang?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bertanya lagi: ‘Dan kamu shalat sepanjang malam?’ Aku menjawab: ’Ya.’ Beliau bersabda: ’Tetapi aku puasa dan berbuka, aku shalat tapi juga tidur, aku juga menikah, barang siapa tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku’.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits terakhir ini menunjukkan bahwa shalat sunnah bisa dilakukan dengan jumlah raka’at yang tidak dibatasi, namun makruh dilakukan sepanjang malam, karena Nabi sendiri tidak menganjurkannnya demikian. Ada waktu untuk istirahat dan untuk istri/suami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar